Oleh: MOH. QOWIM*
Jumat, 06 Desember 2024.
Alhamdulillah, pleno rekapitulasi hasil pemungutan suara tingkat kabupaten akhirnya selesai. Gumaman itu keluar dengan perlahan dalam hati, sebuah tanda lega setelah serangkaian tahapan Pilkada serentak yang panjang.
Di teras rumah, secangkir kopi terasa begitu nikmat. Setiap sruputan-nya menenangkan, memberi ketenangan pada kepala yang seolah penuh dengan berbagai hal yang harus dipikirkan. Tak terasa, dua batang rokok pun habis, menemani kopi yang semakin dingin.
Ngopi di teras rumah sendirian, tanpa teman, terasa begitu merdeka. Beban-beban yang selama ini menumpuk dalam pikiran mulai sedikit terangkat. Tak terasa, hampir enam bulan telah berlalu sejak pertama kali aku bergabung sebagai komisioner KPU Kabupaten Banyuwangi. Waktu begitu cepat berjalan, dan sekarang, proses pemilihan itu hampir selesai.
Namun, ketenanganku itu tak berlangsung lama. Ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk dari Pak Edi, Komisioner Divisi Hukum dan Pengawasan. “Pak Qowim, tolong cek WA Group,” tulisnya. “Group apa Pak?” balasku. “Group Tekhum,” jawabnya singkat.
Tanpa menunggu lama, aku langsung membuka grup WhatsApp yang dimaksud. Di sana, aku menemukan file yang sangat penting: Permohonan Perselisihan Hasil Pemilu/ pemilihan oleh calon nomor urut 02 di Mahkamah Konstitusi.
Klunting suara WA masuk lagi. Masih tetap dari Pak Edi, yang meminta untuk memeriksa data DPT dan dalil pemilih ganda. “Tolong kaji, Pak,” katanya. “Siap,” jawabku, meski sedikit terganggu oleh notifikasi yang datang bertubi-tubi.
Ah, secangkir kopi yang syahdu, akhirnya terganggu. Tapi sebagai penyelenggara pemilu/pemilihan, kita harus selalu siap. Malam itu juga, aku segera mengirim pesan ke Mbak Susi, Kasubag Rendatin KPU Kabupaten Banyuwangi, serta Mas Joko dan Ibad, dua staf yang bertugas sebagai operator Sidalih (aplikasi data pemilih).
“Kita harus siap membantu di PHP Mahkamah Konstitusi, karena salah satu pokok permohonannya adalah profesionalitas kita dalam pemutakhiran data pemilih, terutama terkait pemilih ganda. Besok setelah pleno rekapitulasi tingkat provinsi Jatim, kita bahas di kantor,” tulisku dalam pesan.
Ganda. Kata itu terus berputar di kepalaku. Sejak aku menjabat di Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi KPU, masalah pemilih ganda memang selalu menjadi perhatian utama. Padahal, KPU sudah melakukan pemutakhiran data pemilih sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2024. Namun tetap saja, isu ini selalu muncul, dengan ribuan data ganda yang mencuat di setiap tahapannya.
“Ah, turu wae…” gumamku, menenangkan diri. Tak terasa, jam dinding sudah menunjukkan pukul dua pagi.
Rabu, 11 Desember 2024. Diskusi kami di kantor sudah dimulai. Semua yang aku harapkan hadir. Mbak Susi, Mas Joko, Mas Feri, dan Ibad sudah berada di tempat. “Sudah komplit ya?” tanyaku.
“Assalamu’alaikum wr wb,” sapa kami, dan aku langsung menuju inti permasalahan.
Salah satu pokok permohonan di Mahkamah Konstitusi adalah terkait adanya pemilih ganda yang jumlahnya ribuan. Mereka menggunakan aplikasi IT untuk menganalisisnya. Kami memang belum memiliki data pemilih ganda berdasarkan nama, namun berdasarkan prosedur dalam pemutakhiran, kita tidak bisa memberikan daftar pemilih dengan mencantumkan NIK dan NKK.
Jadi, kami harus memikirkan cara untuk menganalisisnya tanpa data tersebut. Menurutku, soal daftar pemilih ini adalah hal yang sangat mendasar dalam pemilu/pemilihan. “Monggo, masukannya?” tanyaku kepada mereka.
Mbak Susi, selaku Kasubag, dengan tenang menjelaskan, “Pak Qowim, kami sudah melaksanakan Pemutakhiran Daftar Pemilih sesuai prosedur. Kami membentuk dan menugaskan petugas pemutakhiran pemilih (Pantarlih) untuk datang ke rumah-rumah masing-masing, dengan dua orang dalam setiap tim. Mereka bertugas memperbaiki data pemilih yang keliru, menambah pemilih baru yang usianya sudah 17 tahun pada tanggal 27 November 2024, dan memberi tanda bagi pemilih yang tidak memenuhi syarat seperti meninggal dunia, ganda, pindah domisili, dan sebagainya.”
“Terus, ada lagi yang perlu ditambahkan?” tanyaku.
“Ada, Pak,” sahut Mas Feri.
“Setelah Pantarlih selesai melakukan pencocokan data rumah ke rumah, PPS menyusun daftar pemilih tersebut dengan rapi dan memastikan tidak ada pemilih yang terpisah dalam satu kartu keluarga. Proses ini diplenokan secara berjenjang, dimulai dari tingkat PPS dan PPK hingga KPU Kabupaten. Kemudian, ada tahap penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang juga diplenokan di tingkat yang sama. Di antara DPS dan DPT, ada tahap sosialisasi dan uji publik. Kami juga menyiapkan anggaran untuk PPS dan PPK,” terang Mas Feri.
“Terima kasih, Mbak Susi dan Mas Feri,” ujarku.
Selanjutnya, aku beralih kepada Mas Ibad, yang bertanggung jawab atas E-Coklit.
“Mas Ibad, bagaimana dengan E-Coklit?” tanyaku.
“Ijin, Pak, untuk menjelaskan,” jawab Ibad.
“Monggo,” kataku.
“Dalam tahap coklit kemarin, E-Coklit Banyuwangi berhasil mencapai 100%, meskipun ada beberapa kendala sinyal di kecamatan tertentu seperti Pesanggaran, Licin, Wongsorejo, dan Kalibaru. Namun semua dapat teratasi. Kecamatan Muncar, dengan jumlah TPS yang besar, juga bisa selesai tepat waktu.”
“Analisis ganda yang ditemukan di E-Coklit bagaimana?” tanyaku.
Ibad menjelaskan, “E-Coklit ini berfungsi sebagai aplikasi untuk tabulasi data di Sidalih. Yang lebih kompeten untuk menjelaskan adalah Mas Joko.”
“Mas Joko, tolong jelaskan terkait Sidalih!” pintaku.
“Siap, Pak,” jawab Mas Joko.
“Setelah hasil coklit masuk ke Sidalih melalui aplikasi E-Coklit, ada menu untuk menganalisis ganda. Kami dapat men-download data dan mengklasifikasikan kegandaannya berdasarkan berbagai kriteria. Mulai dari ganda dalam satu TPS, antar TPS dalam satu desa, antar desa dalam satu kecamatan, hingga antar kecamatan dalam kabupaten dan provinsi. Data-data ganda ini kami pastikan selesai pada tahap penyusunan Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran atau Daftar Pemilih Sementara.”
“Lalu, bagaimana dengan ganda antar kabupaten dan antar provinsi?” tanyaku.
Mas Joko melanjutkan, “Itu, Pak Qowim dan Ibad yang ikut melakukan ‘tabrak data’ untuk memastikan tidak ada pemilih ganda sampai tingkat nasional.”
Aku pun teringat, beberapa waktu lalu, aku dan Ibad mengikuti dua kali giat ‘tabrak data’ untuk menghancurkan ganda, yang pertama di Jogjakarta dan kedua di Batam. Di sana, Divisi Rendatin dan Operator Sidalih tingkat kabupaten dan provinsi se-Indonesia dikumpulkan untuk menyelesaikan analisis ganda pada aplikasi Sidalih.
Kami memastikan bahwa data yang kami miliki adalah yang paling mutakhir dan tervalidasi oleh Dukcapil. Apabila ada pemilih ganda dengan provinsi lain, kami harus menyiapkan dokumen pendukung. Jika dokumen kami lebih mutakhir, maka kami akan menang, dan mereka harus men-TMS-kan pemilih di Sidalih mereka. Sebaliknya, jika dokumen kami kurang kuat, maka kami juga harus men-TMS-kan pemilih kami.
“Giat ini memang cocok dengan sebutan ‘TABRAK DATA, HANCURKAN GANDA’,” ujarku.
Tak terasa, diskusi kami hampir dua jam lamanya. Waktu untuk sholat dhuhur dan makan siang pun tiba.
“Bapak Ibu, terima kasih. Memang DP4, DPS, DPT, DPTb, DPK hanya sekedar angka-angka dalam rekap, namun di balik itu ada cerita, ada upaya dan kerja keras dari semua badan Adhoc dan keluarga yang mendukungnya.” Aku menutup percakapan dengan harapan semua diberikan kemudahan.
Secangkir kopi masih menemaniku. Sruput demi sruput, nikmatnya semakin terasa. Begitu juga dengan rokok yang masih tersisa di asbak, menandakan berapa banyak pemikiran yang telah tercurah dalam proses ini. Tidak terasa, empat puntung rokok sudah ada di sana. Itu pasti milikku, karena tim Rendatin Kabupaten tidak ada yang merokok.
Pemutakhiran daftar pemilih ini bukanlah pekerjaan yang sederhana dalam setiap tahapan pemilu/pemilihan. Semua berawal dari DPT. Perencanaan anggaran, logistik, dan segala hal lainnya bergantung pada ini. Dalam hatiku terbesit, “Alhamdulillah, terlaksana dengan baik.”
Ingatanku pun melayang, mengingat banyak hal. Ada pantarlih yang harus berhenti sementara karena deadline laporan sering berbenturan dengan acara keluarga. Untungnya, dalam satu TPS ada dua orang pantarlih.
Ada juga cerita tentang teman-teman PPS-PPK yang sering mengeluhkan sakit lambung karena tekanan pekerjaan. Bahkan, beberapa pantarlih sampai harus pinjam HP atau membeli HP baru demi kelancaran E-Coklit. Semua demi satu tujuan: menyukseskan pemilu/pemilihan.
Bila persoalan data sudah beres, selanjutnya: kopi mana kopi…??? (***)
*Penulis adalah Divisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Banyuwangi