BANYUWANGI (AktualLine.com)–Gelombang informasi yang mengalir deras di media sosial mulai menimbulkan kekhawatiran serius di Banyuwangi. Di tengah semangat berbagi dan konektivitas digital, muncul persoalan yang lebih kompleks, yakni maraknya konten tak terverifikasi yang mengarah pada keresahan publik.
Hal ini diungkapkan oleh M. Iqbal, Pengurus Daerah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Timur, yang menyebut kondisi di Banyuwangi saat ini sudah masuk kategori “darurat media sosial”.
“Banyuwangi saya kira saat ini bisa dikatakan darurat Medsos,” ujarnya dengan nada tegas, Selasa (15/4/2025).
Sebagai Pembina IJTI Banyuwangi sekaligus Kepala Biro JTV setempat, Iqbal menyoroti perubahan fungsi media sosial yang semula menjadi ruang hiburan dan silaturahmi digital, kini justru menjadi tempat subur bagi konten-konten bermuatan hoaks dan provokasi.
“Fungsi utama media sosial kan sebenarnya untuk hiburan atau berbagi momen bersama keluarga. Namun, saat ini banyak konten yang justru meresahkan masyarakat,” lanjutnya.
Iqbal menekankan perlunya campur tangan serius dari pihak-pihak berwenang. Menurutnya, pengawasan terhadap akun-akun yang kerap menyebarkan disinformasi harus ditingkatkan. Ia mendorong Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian (Kominfo) Banyuwangi serta kepolisian untuk bergerak lebih aktif.
“Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian (Kominfo) Banyuwangi dan pihak kepolisian juga perlu bersinergi untuk menandai dan menindak akun-akun yang terlibat dalam penyebaran kebencian. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga masyarakat harus lebih bijak,” tegasnya.
Namun, Iqbal juga mengingatkan bahwa persoalan ini tak akan tuntas jika publik tidak dibekali dengan literasi digital yang memadai. Edukasi masyarakat untuk lebih kritis dalam menghadapi arus informasi menjadi langkah krusial dalam meredam dampak negatif media sosial.
“Fenomena ini menjadi pengingat bahwa di era serba cepat ini, kecepatan menyampaikan informasi harus diimbangi dengan tanggung jawab dan kesadaran akan dampaknya. Tanpa itu, media sosial bisa menjadi alat pemecah, bukan penghubung,” tutupnya. (tim)