BANYUWANGI (AktualLine.com)–Dunia konstruksi di Indonesia tengah mengalami pembaruan besar. Hal ini disampaikan oleh Budi Kurniawan Sumarsono, SH selaku Waketum Asosiasi Kontraktor Nasional (Askonas) Jawa Timur, yang akrab disapa Cak Wawan atau CWW saat ditemui awak media di kantor CWW-Lawtech di Desa Watukebo Kecamatan Blimbingsari, Senin (6/10/2025).
Menurutnya, terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Konstruksi (SE DJBK) Nomor 182/SE/DK/2025 bukan sekadar surat edaran biasa. Ia menyebutnya sebagai “patch notes” (sebuah istilah dalam dunia teknologi) untuk menandai pembaruan sistem besar-besaran.
“Kalau diibaratkan sistem komputer, ini update besar yang memperbaiki bug lama di dunia pengadaan konstruksi,” ujar CWW dengan gaya khasnya yang lugas.
Ia menilai, SE terbaru dari Kementerian PUPR itu membawa semangat baru dalam menyusun perkiraan biaya proyek negara. Tidak lagi berdasarkan data lama atau perkiraan asal, melainkan harus berbasis data riil dan terverifikasi di lapangan.
“Era tebak-tebakan harga sudah selesai. Sekarang harus pakai data pasar yang nyata,” tegasnya.
CWW menjelaskan, surat edaran tersebut memberi panduan rinci agar proses penyusunan HPP, RAB, dan HPS menjadi lebih transparan dan akuntabel. Ia menyebut kebijakan ini sebagai ajakan untuk melakukan “reset total” bagi para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tim teknis.
“HPS itu bukan formalitas. Itu inti dari perencanaan pengadaan. PPK harus turun ke lapangan, bukan cuma duduk di balik meja,” katanya.
Salah satu hal yang ia soroti adalah perubahan posisi Standar Satuan Harga (SSH) milik pemerintah daerah yang kini hanya menjadi pembanding, bukan acuan utama.
“Selama ini SSH sering dijadikan kitab suci padahal sering ketinggalan zaman. Harga bahan bangunan berubah cepat, jadi sumber datanya harus dari pasar, bukan dokumen lama,” ungkapnya.
Selain soal harga, CWW juga menyoroti aspek kesejahteraan tenaga kerja konstruksi. Menurutnya, aturan baru menegaskan bahwa upah tenaga kerja tidak boleh di bawah standar upah minimum. “Ini bagus. Kualitas bangunan yang baik lahir dari pekerja yang dihargai dengan layak,” ujarnya.
Tak kalah penting, lanjutnya, adalah kewajiban memasukkan biaya keselamatan kerja (SMKK) dalam setiap perencanaan proyek. “Dulu banyak proyek menekan biaya dengan memangkas anggaran keselamatan. Sekarang itu tidak bisa lagi. Keselamatan harus jadi prioritas,” tegasnya.
Ia juga memuji pembagian Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) menjadi tiga sektor besar, yakni Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Cipta Karya, yang dianggap lebih spesifik dan profesional. “Setiap bidang punya kebutuhan teknis berbeda. Proyek bendungan jelas tak bisa disamakan dengan pembangunan jalan atau gedung,” jelasnya.
Bagi CWW, surat edaran ini bukan hanya soal angka atau regulasi, tetapi tentang mentalitas baru dalam dunia konstruksi. Ia menyebutnya sebagai panggilan untuk berbenah.
“Ini momentum untuk naik kelas. Kalau sistemnya transparan, kontraktor yang jujur akan lebih kuat. Kita semua harus siap berubah,” tuturnya.
Dengan gaya khasnya yang kritis dan optimistis, CWW menutup komentarnya dengan pesan singkat: “Jangan takut pada perubahan. Karena dalam konstruksi, yang paling berbahaya bukan cuma gempa, tapi sistem yang tidak mau diperbaiki.” (tim)