BANYUWANGI (AktualLine.com)–Legalisasi umrah mandiri yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah tidak seharusnya ditanggapi sebagai ancaman oleh pelaku usaha travel.
Menurut H. Achmad Syauqi, pengamat perjalanan religi sekaligus praktisi hukum domisili Banyuwangi, Jawa Timur, kekhawatiran sejumlah agen travel terhadap berkurangnya pangsa pasar akibat kebijakan tersebut justru berlebihan.
“Selama ini agen travel terlalu dimanja dengan luasnya ruang izin penyelenggaraan umrah. Sementara masyarakat yang ingin berangkat mandiri nyaris tidak memiliki celah karena aturan begitu ketat,” kata Syauqi, Ahad (26/10/2025).
Syauqi menjelaskan, sebagian besar pelaku umrah mandiri justru merupakan mereka yang sudah pernah menjalankan ibadah umrah sebelumnya, sehingga telah memahami prosedur dan kondisi di tanah suci.
“Kekhawatiran bahwa mereka akan kesulitan di Mekkah dan Madinah tidak sepenuhnya benar. Itu lebih karena ketakutan agen travel kehilangan peluang pasar,” tambahnya.
Ia menegaskan, pemerintah Arab Saudi sendiri telah membuka ruang yang luas bagi keberadaan jamaah umrah mandiri. Regulasi terbaru di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 menjadi bentuk penyesuaian terhadap kebijakan pemerintah Saudi tersebut.
Undang-undang itu secara resmi melegalkan pelaksanaan ibadah umrah secara mandiri, di luar penyelenggaraan yang dikelola oleh biro perjalanan. Aturan tersebut juga memberikan panduan teknis agar jamaah tetap terdaftar secara resmi dan terlindungi selama pelaksanaan ibadah di tanah suci.
Lebih lanjut, Syauqi menilai bahwa justru terdapat peluang kerja sama baru antara agen travel dengan jamaah umrah mandiri. Sejumlah agensi, kata dia, sudah melakukan hal itu jauh sebelum undang-undang ini disahkan.
Syauqi mencontohkan, bentuk kolaborasi tersebut bisa berupa bantuan pengurusan visa, penyediaan tiket pesawat, pemesanan hotel, hingga layanan transportasi selama di Mekkah dan Madinah. Dengan cara itu, jamaah mandiri tetap mendapatkan kemudahan layanan tanpa harus sepenuhnya bergantung pada biro perjalanan.
“Beberapa agensi sudah berkolaborasi dengan pelaku umrah mandiri. Saya sendiri tergabung dalam grup WhatsApp mereka, dan faktanya banyak jamaah mandiri yang tetap membutuhkan bantuan travel untuk pengurusan sebagian keperluan,” ujarnya.
Meski keuntungan finansial yang diperoleh tidak sebesar ketika menangani jamaah secara penuh, Syauqi menilai langkah tersebut lebih mencerminkan semangat pelayanan ibadah yang tulus.
“Kalau memang niat mendirikan travel untuk membantu orang beribadah ke tanah suci, kenapa harus berat hati,” pungkasnya. (tim)
